kuman keciL

Lagi beLajar bkin

Friday, January 23, 2009

INJEKSI SUB CUTAN

A. PENGERTIAN

Pemberian obat subkutan adalah pemberian obat melalui suntikan ke area bawah kulit yaitu pada jarign konektif atau lemak di bawah dermis.


B. PEMBAHASAN

Lokasi injeksi subkutan :
  • · 1/3 lengan atas sebelah luar
  • · paha bagian depan
  • · perut
  • · area scapula
  • · area ventrogluteal
  • · area dorsogluteal

Prinsip injeksi subkutan :
  • · bukan pada area yang nyeri, merah, dan pruritis tau edema
  • · area kulit yang akan diinjeksi diregangkan
  • · sudut 45°
  • · aspirasi tidak boleh ada darah
  • · massage pada daerah injeksi setelah injeksi

Pada pemakaian injeksi subkutan untuk jangka waktu yang alam, maka injeksi perlu direncanakan untuk diberikan secara rotasi pada area yang berbeda.
Pemberian obat melalui subkutan ini umumnya dilakukan dalam program pemberian insulin yang digunakan untuk mengontrol kadar gula darah, Dalam pemberian insulin terdapat dua tipe larutan, yaitu larutan yang jernih dan larutan yang keruh. Larutan jernih adalah insulin tipe reaksi cepat (insulin regular) dan larutan keruh adalah tipe lambat karena adanya penambahan protein yang memperlambat absorbsi obat.


C. LANGKAH KERJA

1. Siapkan peralatan berupa :
  • Buku catatan rencana/ order pengbatan
  • Vial atau ampul berisi obat yang akan diberikan
  • Spuit dn jarum steril (spuit 2ml, jarun ukuran 25 gauge, 5/8-1/2 inci)
  • Kapas anti septic steril
  • Kassa steril untul membuka ampul (bila diperlukan)
  • Bak instrumen
  • Bengkok
  • Perlak dan alasnya
2. Masukkan obat dari vial atau ampul ke dalam tabung spuit dengan cara yang benar.
3. Beritahu pasien dan atur dalm posisi yang nyaman (jangan keliru pasien; Bantu pasien pada posisi yang mana, lengan, kaki, atau perut yang akan digunaka injeksi sehingga dapat rileks).
4. Pilih area tubuh yang tepat, kemudian usap dengan kapas antiseptik dari tengah keluar secara melingkar sekitar 5 cm menggunakan tangan yang tidak untuk menginjeksi.
5. Siapkan spuit, lepas kap penutup secara tegak lurus sambil menunggu aniseptik kering dan keluarakan udara dari spuit.
6. Pegang spuit dengan salah satu tangan antara jempol dan jari-jari pada area injeksi dengan telapak tangan menghadap ke arah samping atau atas untuk krmiringan 45° atau dengan telapak tangan menghadap ke bawah untuk kemiringan 45°. Gunakan tangan yng tidak memegang spuit untuk mengangkat atau merentangkan kulit, lalu secara hati-hati dan mantap tangan yang lain menusukkan jarum. Lkukan aspirasi, bila muncul darah maka segera cabut spuit untuk dibuang dan diganti spuit dan obat baru. Bila tidak muncul darah, maka pelan-pelan dorong obat ke dalam jaringan
7. Cabut spuit lalu usap dan massage pada area injeksi. Bila temoat penusukan mengeluaran darah, maka tekan area tusukan dengan kassa steril kering sampai perdarahan berhenti.
8. Buang spuit tanpa harus menutup jarum dengan kapnya (mencegah cidera bagi perawat) pada tempat pembuangan secara benar.
9. Catat tindakan yang telah dilakukan
10. Kaji keefektifitasan obat.



DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz.H. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia 1. Jakarta: Salemba Medika
Priharjo, Robert. 1995. Teknik Dasar Pemberian Obat. Jakarta: EGC
http://www.medicastore.com

Labels:

Tuesday, January 20, 2009

OBAT OTONOM

OBAT OTONOM

A. PENGERTIAN

Obat-obat otonom yaitu obat yang bekerja pada berbagai bagian susunan saraf otonom, mulai dari sel saraf sampai ke efektor. Banayak obat dapat mempengaruhi organ otonom, tetapi obat otonom mempengaruhinya secara spesifik dan bekerja pada dosis kecil.


B. ANATOMI SUSUNAN SARAF OTONOM

Saraf otonom terdiri dari saraf praganglion, ganglion, dan saraf pasca ganglion yang mempersarafi sel efektor. Lin gkaran saraf refleks saraf otonom terdiri dari : serat aaferen yang sentripetal disalurkan melalui N, vagus, pelvikus, splanknikus dan saraf-saraf otonom lainnya. Tidak ada perbedaan yang jelas antara serabut aferen system saraf otonom dengan serabut aferen sisten saraf somatic, sehingga tidak dikenal obat yang secara spesifik dapat memepengaruhi serabut aferen otonom.
Saraf otonom juga berhubungn dengan saraf somatic; sebaliknya, kejadian somatic dapat mempengaruhi fungsi organ otonom. Pada susunan saraf pusat terdapat beberapa pusat otonom, misalnya di medulla oblongata terdapat pengaturan pernapasan dan tekanan darah; hipotalamus dan hipofisis yang mengatur suhu tubuh, keseimbangan air metabolisme karbohidarat dan lemak, pusat tidur, dsb. Hipotalamus dianggap sebagai pusat susunan saraf otonom. Walaupun demikian ada pusat yang lebih tinggi lagi yang dapat mempengaruhinya yaitu krpus striatum dan korteks serebrum yang dianggap sebagai koordinator antara system otonom dan somatic.
Serat eferen terbagi dalam system simpatis dan parasimpatis.
Sistem simpatis disalurkan melalui serat torakolumbal dari torakal 1 sampai lumbal 3, dalam system ini termasuk ganlia paravertebral, pravertebal, dan ganglia terminal.
Sistem parasimpatis atau kranosakal outflow disalurkan melalui saraf otak ke III, VII, IX, dan X, dan N.
Perbedaan antara system saraf otonom dan somatic :
· Saraf otonom menginervasi semua struktur dalam tubuh kecuali otot rangaka
· Sinaps saraf aotonom yang paling distal terletak dalam ganglia yang berada di luar susunan saraf pusat. Sinaps saraf somatic semuanya terletak di dalam susunan saraf pusat
· Saraf otonom membentuk pleksus yang terletak di luar susunan saraf pusat, saraf somatic tidak membentuk pleksus
· Saraf somatic diselubungi sarung myelin, saraf otonom pasca ganglion tidak bermielin
· Saraf otonom menginervasi sel efektor y ang bersifat otonom; artinya, sel efektor itu masih dapat bekerja tanpa persarafan. Sebaliknya jika saraf somatic outus maka otot rangka yang bersangkutan mengalami paralysis dan kemudian atrofi.

C. FAAL SUSUNAN SARAF OTONOM

Secara umum dapat dikatakan bahwa system simpatis dan parasimpatis memperlihatkan fungsi ang antagonistic. Bila satu mengahambat suatu fungsi , maka yang lain memacu fungsi tersebut. Contoh yang jelas adalah midriasis terjadi dibawah pengaruh saraf simpatis dan miosis di bawah pengaruh parasimpatis.
Organ tubuh uumnya di persarafi oleh saraf simaptis dan para simpatis, dan tonus yang erlihat amerupakan hasil perinbangan kedua system tersebut. Inhibisi salah satu system oleh obat maupun akibat denervasi menyebabkan aktifitas organ tersebut didominasi oleh siatem yang lain. Tidak pada semua organ terjadi antagonisme ini, kadang-kadang efeknya sama, missal pada kelenjar liur. Sekresi liur dirngsang baik oleh saraf simpatis maupun parasimpatis, tetapi sekrket yang dihasilkan berbeda kualitasnya; pada perangsanagn simpatis luir kental, sedang pada perangsangan parasimpatis liur lebih encer.
Sistem simpatis aktif setiap saat walupun aktifitasnya bervariasi dari waktu ke waktu. Dengan demikian penyesuaian tubuh terhadap lingkungan terjadi terus menerus . Dalam keadaan darurat system simpatoadrenal berfungsi sebagai satu kesatuan. Sistem ini bekerja secara serentak: denyut jantung meningkat, tekanan darah meningkat, darah terutama dialirkan ke otot rangaka, glukosa darah meningkat, dilatasi bronkus, dan midriasis.
Sistem simpatis fungsinya lebih terlokalisasai , tidak difus seperti system simpatis, dengan fungsi primer reservasi dan konservasi sewaktu aktifitas organisme minimal. Sistem ini mempertahankan denyut jantung dan tekanan darah pada fungsi basal, menstimulasi system pencernaan berupa peniengakatanaaa motilitas dan sekresi getah pencernaan, meningkatkan absorbsi makanan, memproteksi retina terhadap cahaya berlebihan, serta mengosongkan rectum dan kandung kemih.


D. TRANSMISI NEUROHUMORAL

Yang disebut dengan trnsmitor neurohumoral atau yang biasa disingkat dengan transmitor ialah impuls saraf dari SSP yang hanya dapat diteruskan ke ganglion dan sel efektor memalaluii penglepasan zat kimia. Tidak banyak obayt yang pada dosis terapi dapat mempengaruhi konduksi akson, tetapi banak sekali xazat yang dapat mengubah transmisi neurohumoral. Konduksi saraf hanya dapat dipengaruhi oleh anantetik local dosis terapi yang diinfiltrasikan dalam kadar yang relatif tinggi di sekitar batang saraf, an oleh beberapa zat lain seperti tetrodoktosin.
Suatu transmisi neurohumoral tidak selalu menyebabkan depolarisasi tetapi juga dapat menyebabkan hiperpolarisasai. Hiperpolarisasi pada embran saraf pasca ganglion disebut potensial inhibisi pascasidaps dan menyebabkan hambatan organ pasca sinaps Hi perpolarisasi terjadi akibat peningkatan permeabilitas ion K+.
Ada empat tahap trasmisi neurohumoral, yaitu sintesis, penyimpanan, penglepasan, ikatan dengan reseptor, dan eliminiasi transamitor yang merupakan dasar untuk pengertian kerja obat otonom. Obat yang bekerja pada saraf otonom mempengaruhi salah satu tahap transmisi neurohumoral tersebut, yaitu pada transmisi adrenergik atau kolinergik tanpa membedakan apakah saraf tersebut termasuk system simpatis, parasimpatis, atau somatic. Hal tersebut menjelaskan mengapa pembicaraan obat yang bekerja pada saraf otonom bertolak dari transmisi kolinergik ke transmisi adrenergik dan bukan simpatis-parasimpatis. Demikian juga dari segi farmakologi tidak perluada pembicaraan mengenai obat yang bekerja pada sarafsomatik secara terpisah karena saraf somatic ialah suatu saraf kolinergik.


E. TRANSMISI KOLINERGIK

Terdapat dua jenis enzim yang berhubungan erat dengan Ach yaitu kolinasetilase dan kolinesterase.
q Kolinasetilase
Zat ini mengkatalis sintesis ACh, pada tahap pemindahan gugus asetil dari asetilkoenzim-A ke molekul kolin. Reaksi merupakan langakh terakhir dalam sintesis ACh , yang terjadi dalam sitoplasma ujung saraf, yang kemudian ditransportsi ke dalam gelembung sinaps tempat ACh disimpan dalam kadar tinggi.
q Kolinesterase
Asetilkolin sebagain transmitor harus diinaktifkan dalam waktu yang cepat. Kecepatan inaktivasi tergantung dari macamnya sinaps dan macanm neuron. Kolinesterase yang tersebar luas di berbagai jaringan dan cairan tubuh, menghidrolisis Ach menjadi kolin dan asam asetat.





F. TRANSMISI ADRENERGIK

1. Katekolamin : Sintesis, Penyimpanan, Pelepasan, dan Terminasi Kerjanya
Proses sintesis ini terjadi di ujung saraf adrenergic. Enzim-enzim yang berperan disintesis dalam badan sel neuron adrenergic dan ditransportsepanjang aksonke ujung saraf.
Tiramin dan beberapa aminsimpatomimetik lainnya menyebabkan pelepasan NE dengan dasar yang berbeda dengn impuls saraf dan memperlihatkan fenomen tafilaksis. Tafilaksis berarti organ mengalami toleransi dalam waktucepat sehingga efek obat sangat menurun pada pemberian berulang. Perangsangan saraf masih menyebabkan transmisi adrenergic setelah saraf tidak lagi dapat dirangsang dengan obat-obatan ini.
Cara pelepasan NE dari ujung saraf adrenergic setelah suatu NAP sama dengan pelepasan Ach dari ujung saraf kolinergik, yakni dengan proses eksositosis. Depolarisasi ujung saraf akan membuka kanal Ca++. Ca++ yang masuk akanberikatan dengan membrane sitoplasma bagian dalam yang bermuatan negative dan menyebabkan terjadinya fusi antara membrane vesikel dengan membrane aksoplasma, dengan akibat dikeluarkannya seluruh isi vesikel.

2. Metabolisme Epinefrin dan Neronefrin
Peranan metabolism pada NE dan Epi agak berlainan dengan peranan metabolism pada ACh.Hidrolisis Ach berlangsung sangat cepat, sehingga dapat menghentikan respons. Pada katekolamin terdapat 2 macam enzim yang berperan dalam metabolismenya,yakni katekol-O-metiltransferase (COMT) dan monoaminoksidase (MAO). MAO berada dalam ujung saraf adrenergic sedangkan COMT berada dalam sitoplasma jaringan ekstraneuronal (termasuk sel efektor). COMT menyebabkan metilasi dan MAO menyebabkan deaminasi kateklamin MAO maupun COMT tersebar luas di seluruh tubuh, termasuk dalamotak, dengan kadar paling tinggi di hati dan ginjal.


3. Reseptor Adrenergik : Klasifikasi, Distribusi, dan Mekanisme Kerjanya
Konsep reseptor α dan β pada sel efektor yang distimulasi oleh agonis adrenergic dan hanya dihambat oleh antagonisnya, memudahkan pengertian tentang mekanisme kerja obat adrenergic. Pda umumnya, efek yang ditimbulkan melalui reseptor α pada otot polos adalah perangsangan, seperti pada otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa, Sebaliknya, efek melalui reseptor β pad otot polos adalah penghambat, seperti pada otot polos usus, bronkus, dan pembuluh darah otot rangka. Salah satu kecualiannya adalah otot polos usus yang mempunyai kedua reseptor α dan β, dan aktivasi keduanya menimbulkan efek penghambatan.


G. RESPON BERBAGAI ORGAN EFEKTOR TERHADAP PERANGSANGAN SARAF OTONOM

1. Perangsangan saraf adrenergic
Pada perangsangan adrenergic dilepaskan NE dari ujung saraf adrenergic dan Epi dari medulla adrenal. Respon suatu organ otonom terhadap perangsangan saraf adrenergic bergantung pada jenis reseptor adrenergic yang dimiliki organ tersebut serta senis organ itu sendiri. Misalnya otot polos pembuluh darah kulit hanya mempunyai reseptor α dan tidak mempunyai reseptor β, maka perangsangan saraf adrenergic akan menyebabkan vasokontriksi dan tidak vasodilatasi.
Pada arteriol koroner, paru, dan otot rangka,vasodilatasi dominan akibat autoregulasi metabolic. Epinefrin dalan kadar fisiologis menyebabkan vasodilatasi (dominasi respon reseptor β) pada otot rangka dan hati, tetapi vasokontriksi (dominasi respon reseptor α) pada visera abdominal lainnya. Pembuluh darah ginjal dan mesenteric juga mempunyai reseptor dopaminergik (DA) yang menyebabkan vasodilatasi.

2. Perangsangan saraf kolinergik
Organ efektor memiliki reseptor muskarinik. Pada berbagai otot polos dan kelenjar, subtype reseptornya belum dipastikan. Akan tetapi kebanyakan jaringan mengandung berbagai subtype reseptor muskarinik, ditambah lagi dengan adanya ganlia parasimpatis dalam jaringan.
Pada pembuluh darah tidak ada persarafan parasimpatis kecuali pada organ kelamin pria dan pada otak. Di samping itu ada persarafan kolinergik simpatis pada organ kelamin pria dan pada otot rangka. Akan tetapi, semua inervasi kolinergik pada pembuluh darah hanya menghasilkan vasodilatasi setempat yang tidak mempengaruhi respons fisiologis secara umum (misalnya tekanan darah).


H. CARA KERJA OBAT OTONOM

Terdapat beberapa kemungkinan pengaruh obat pada transmisi system kolinergik maupun adrenergik, yaitu :

q Hambatan pada sintesis atau pelepasan transmitor
Kolinergik
Hemikolinium menghaambat ambilan kolin ke dalam ujung saraf dan dengan demikian mengurangi sintesis Ach. Toksin botulinus n menghabat pelepasan Ach di semua saraf kolinergik sehingga dapat menyebabkan kematian akibat paralysis pernapasan perifer. Toksin tersebut memblok secara ireversibel pelepasan Ach dari gelembung saraf di ujung akson dan merupakan salah satu toksin paling potenn yang dikenal orang. Toksin tetanus mempunyai mekanisme keraja yang serupa.

Adrenergik
Metiltirosin memblok sintesis NE. Sebaliknya metildopa, penghambat dopa dekarboksilase, seperti dopa sendiri didekarboksilasi dan dihidroksilasi menjadi a-metil NE. Guanetidin dan bretilium juga mengganggu pelepasan dan penyimpanan NE.

q Menyebabkan pelepasan transmitor
Kolinergik
Racun laba-laba Black window menyebabkan pelepasan Ach(eksositosis) yang berlebihan, disusul dengan blokade pelepasan ini.
Adrenergik
Banyak obat dapat meningkakan pelepasan NE. Tergantung dari kecepatan dan lamanya pelepasan, efek yang terlihat dapat berlawanan. Tiramin, efedrin , amfetamin, dan obat sejenisnya menyebabkan pelepasan NE yang relatif cepat dan singkat sehingga mengahasilkan efek simpatomimetik. Sebaliknya reser pin, dengan memblok transport aktif NE ke dalam vesikel menyebabkan pelepasan NE secara lambat dari dalam vesikel ke aksoplasma sehingga NE dipecah oleh MAO. Akibatnya terjadi blokadd adreergik akibat pengosongan depot NE di ujung saraf.

q Ikatan dengan reseptor
Obat yang enduduki reseptor dan dapat menimbulkan efek yang mirip dengan efek transmitor disebut agonis. Obat yang hanya menduduki reseptor tanpa enimbulkan efek langsung, tetapui efek akibat hilangnya efek transmitor(karena tergeser transmitor dari reseptor) disebut antagonis atau bloker.
Contoh obat kolinergik : hemikolinium, toksin botolinus, atropine, pirenzepin, trimetafan, dll.
Contoh obat adrenergic : guanetidin, tiramin, amfetamin, imipiramin, klonidin, salbutamol, doxazosin, dll.

q Hambatan destruktif transmitor
Kolinergik
Antikolinesterase merupakan kelompok besar yang menghanbat destruksi Ach karena menghambat AChE, dengn akibat perangsangan berlebihan di reseptor muskarinik oleh Ach dan terjadinya perangsangan disusul blockade di reseptor nikotinik.
Adrenergik
Ambilan kembali NE setelah pelepasannya di ujung saraf merupakan mekanisme utama penghentian transmisi adrenergic. Hambatan proses ini oleh kokain dan impiramin mendasari peningkatan respon terhadap perangsangan simpatis oleh obat tersebut.

I. PENGGOLONGAN OBAT OTONOM

Menurut efek utamanya, maka obat otonom dapat dibagi ke dalam 5 golongan, yaitu :
ü Parasimpatomimetik atau Kolinergik
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf parasimpatis.
ü Simpatomimetik atau Adrenergik
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf simpatis.
ü Parasimpatolitik atau Penghambat kolinergik
Efek obat golongan ini menghambat timbulnya efek akibat aktivitas saraf parasimpatis.
ü Simpatolitik atau Pengahanbat adrenergic
Efek obat golongan ini menghambat timbulnya efek akibat aktivitas saraf simpatis.
ü Obat Ganglion
Efek obat golongan ini merangsang atau menghambat penerusan impuls ganglion.



DAFTAR PUSTAKA

Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. 2002. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum.
Universitas Indonesia, FK. FARMAKOLOGI dan TERAPI Edisi 4. 1995. Jakarta : FK UI.

Labels:

ASKEP HEMOFILIA

ASUHAN KEPERAWATAN PENDERITA HEMOFILIA


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kata hemofilia pertama kali muncul pada sebuah tulisan yang ditulis oleh Hopff di Universitas Zurich, tahun 1828. Dan menurut ensiklopedia Britanica, istilah hemofilia (haemophilia) pertama kali diperkenalkan oleh seorang dokter berkebangsaan Jerman, Johann Lukas Schonlein (1793 - 1864), pada tahun 1928.
Pada abad ke 20, pada dokter terus mencari penyebab timbulnya hemofilia. Hingga mereka percaya bahwa pembuluh darah dari penderita hemofilia mudah pecah. Kemudian pada tahun 1937, dua orang dokter dari Havard, Patek dan Taylor, menemukan pemecahan masalah pada pembekuan darah, yaitu dengan menambahkan suatu zat yang diambil dari plasma dalam darah. Zat tersebut disebut dengan "anti - hemophilic globulin". Di tahun 1944, Pavlosky, seorang dokter dari Buenos Aires, Argentina, mengerjakan suatu uji coba laboratorium yang hasilnya memperlihatkan bahwa darah dari seorang penderita hemofilia dapat mengatasi masalah pembekuan darah pada penderita hemofilia lainnya dan sebaliknya. Ia secara kebetulan telah menemukan dua jenis penderita hemofilia dengan masing - masing kekurangan zat protein yang berbeda - Faktor VIII dan Faktor IX. Dan hal ini di tahun 1952, menjadikan hemofilia A dan hemofilia B sebagai dua jenis penyakit yang berbeda
Meskipun hemofilia telah lama dikenal di dalam kepustakaan kedokteran, tetapi di Jakarta baru tahun 1965 diagnosis laboratorik diperkenalkan oleh Kho Lien Keng dengan Thromboplastin Generation Time (TGT) di samping prosedur masa perdarahan dan masa pembekuan. Pengobatan yang tersedia di rumah sakit hanya darah segar, sedangkan produksi Cryoprecipitate yang dipakai sebagai terapi utama hemofilia di Jakarta, diperkenalkan oleh Masri Rustam pada tahun 1975.
Pada tahun 2000 hemofilia yang dilaporkan ada 314, pada tahun 2001 kasus yang dilaporkan mencapai 530. Diantara 530 kasus ini, 183 kasus terdaftar di RSCM, sisanya terdaftar di Bali, Bangka, Bandung, Banten, Lampung, Medan, Padang, Palembang, Papua, Samarinda, Semarang, Surabaya, Ujung Pandang dan Yogyakarta.
Di antara 183 pasien hemofilia yang terdaftar di RSCM, 100 pasien telah diperiksa aktivitas faktor VIII dan IX. Hasilnya menunjukkan 93 orang adalah hemofilia A dan 7 pasien adalah hemofilia B. Sebagian besar pasien hemofilia A mendapat cryoprecipitate untuk terapi pengganti, dan pada tahun 2000 konsumsi cryoprecipitate mencapai 40.000 kantong yang setara dengan kira-kira 2 juta unit faktor VIII.
Pada saat ini Tim Pelayanan Terpadu juga mempunyai komunikasi yang baik dengan Tim Hemofilia dari negara lain. Pada Hari Hemofilia Sedunia tahun 2002, Pusat Pelayanan Terpadu Hemofilia RSCM telah ditetapkan sebagai Pusat Pelayanan Terpadu Hemofilia Nasional.
Pada tahun 2002 pasien hemofilia yang telah terdaftar di seluruh Indonesia mencapai 757, diantaranya 233 terdaftar di Jakarta, 144 di Sumatera Utara, 92 di Jawa Timur, 86 di Jawa Tengah dan sisanya tersebar dari Nanggroe Aceh Darussalam sampai Papua.









B. Tujuan

a. Memahami pengertian, penyebab, jenis, perjalanan penyakit, serta tanda dan gejala yang muncul pada penyakit hemofilia.
b. Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada pasien hemofilia dan berbagai penatalaksanaannya.
c. Menggunakan proses keperawatan sebagai kerangka kerja untuk perawatan pasien penderita hemofilia.
d. Menguraikan prosedur perawatan yang digunakan untuk pasian penderita hemofilia.





















BAB II
TINJAUAN MEDIS

A. Pengertian

§ Hemofilia adalah gangguan perdarahan bersifat herediter yang berkaitan dengan defisiensi atau kelainan biologic factor VII dan factor IX dalam plasma. (David Ovedoff, Kapita Selekta Kedokteran)
§ Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah yang diturunkan melalui kromosom X. Karena itu, penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria karena mereka hanya mempunyai kromosom X, sedangkan wanita umumnya menjadi pembawa sifat saja (carrier). Namun, wanita juga bisa menderita hemofilia jika mendapatkan kromosom X dari ayah hemofilia dan ibu pembawa carrier dan bersifat letal. (www.info-sehat.com)
§ Hemofilia adalah gangguan pembekuan darah akibat kekurangan factor pembeku darah yang disebabkan oleh kerusakan kromosom X. (www.anakku.net.)


B. Etiologi

v Mutasi genetic yang didapat (acquired) atau diturunkan (herediter)
v Hemofilia A disebabkan kurangnya factor pembekuan VIII (AHG)
v Hemofilia B disebabkan kurangnya factor pembekuan IX (Plasma Tromboplastic Antecendent)
Hemofilia A maupun B dapat dibedakan menjadi 3 :
a. berat (kadar factor VIII atau IX < 1%)
b. sedang (kadar factor VIII atau IX antara 1% - 5%)
c. ringan (kadar factor VIII atau IX antara 5% - 30%)


C. Manifestasi Klinis

Perdarahan hebat setelah suatu trauma ringan
Hematom pada jaringan lunak
Hemartosis dan kontraktur sendi
Hematuria
Perdarahan serebral
Terjadinya perdarahan dapat menyebabkan takikardi, takipnea, dan hipotensi


D. Patofisiologi

DNA


X ----- mutasi Y

Faktor VIII & IX

Trombosit menutup luka

Benang fibrin tidak terbentuk
dengan sempurna

perdarahan




nyeri sendi darah sukar membeku












E. Komplikasi

Komplikasi terpenting yang timbul pada hemofilia A dan B diantaranya :
§ Timbulnya inhibitor
Suatu inhibitor terjadi jika system kekebalan tubuh melihat konsentrat factor VIII dan factor IX sebagai benda asing dan menghancurkannya.
§ Kerusakan sendi
Dapat terjadi sebagai akibat dari perdarahan yang terus berulang di dalam dan sekitar rongga sendi.
§ Penyakit infeksi yang ditularkan oleh darah
Misalnya penyakit HIV, hepatitis B dan hepatitis C yang ditularkan melalui konsentrat factor pada waktu sebelumnya.


F. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan Lab. darah
Hemofilia A :
§ Defisiensi factor VIII
§ PTT (Partial Thromboplastin Time) amat memanjang
§ PT (Prothrombin Time/ waktu protombin) memanjang
§ TGT (Thromboplastin Generation Test)/ diferential APTT dengan plasma abnormal
§ Jumlah trombosit dan waktu perdarahan normal
Hemofilia B :
§ Defisiensi factor IX
§ PTT (Partial Thromboplastin Time) amat memanjang
§ PT (Prothrombin Time)/ waktu protombin dan waktu perdarahan normal
§ TGT (Thromboplastin Generation Test)/ diferential APTT dengan serum abnormal


G. Penatalaksanaan

ü Supportive
Ø Menghindari luka
Ø Merencanakansuatu kehendak operasi
Ø RICE (Rest Ice Compression Evaluation)
Ø Pemberian kortiko steroid
Ø Pemberian analgetik
Ø Rehabilitasi medik
ü Penggantian factor pembekuan
Pemberian factor VIII/ IX dalam bentuk rekombinan konsentrat maupun komponen darah
ü Terapi gen
ü Lever transplantation
ü Pemberian vitamin K; menghindari aspirin, asmsalisilat, AINS, heparin
ü Pemberian rekombinan factor VIII
ü Pada pembedahan (dengan dosis kg/BB)
Faktor VIII dalam bentuk recombinate dan coginate.
Faktor IX dalam bentuk mononine


BAB III
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Aktivitas
Gejala :kelelahan, malaise, ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas
Tanda : kelemahan otot
Sirkulasi
Gejala : palpitasi
Tanda : Kulit dan membrane mukosa pucat, deficit saraf serebral/tanda perdarahan serebral
Eliminasi
Gejala : hematuria
Integritas ego
Gejala : perasaan tak ada harapan, tak berdaya
Tanda : depresi menarik diri, ansietas
Nutrisi
Gejala : anoreksia, penurunan BB
Nyeri
Gejala :nyeri tulang, sendi, nyeri tekan sentral, kram otot
Tanda : perilaku berhati-hati, gelisah, rewel
Kemanan
Gejala : riwayat trauma ringan, perdaran spontan
Tanda : hematoma






B. Diagnosa Keperawatan

1. Perfusi jaringan tidak efektif (perifer) b/d penurunan konsentrasi Hb darah
2. Resiko trauma dengan fakor resiko internal : kurang pencegahan kecelakaan
3. Resiko kekurangan volume cairan dengan faktor resiko kehilngan cairan melalui rute abnormal (perdarahan)
4. Resiko infeksi dengan faktor resiko trauma
5. Nyeri akut b/d agen injuri biologis
6. Kurang pengetahuan b/d keterbatasan paparan


C. Perencanaan

1. Perfusi jaringan tidak efektif (perifer) b/d penurunan konsentrasi Hb darah
NIC :
Ø Monitoring vital sign
§ Monitor TD
§ Monitor frekuensi dan irama pernafasan
§ Monitor TD, N, RR, sblm dan setelah aktivitas
§ Monitor sianosis perifer
§ Monitor suhu, warna, dan kelembapan kulit
Ø Monitoring neurology status
§ Monitor GCS
§ Respon pasien terhadap pengobatan
§ Informasikan pada dokter tentang perubahan kondisi pasien
NOC :
Ø Tissue perfusion : peripheral
§ Pengisian kapileri refill
§ Warna kulit abnormal
§ Tingkat sensasi normal
§ Tidak ada nyeri pada ekstremitas
§ Respon pasien terhadap pengobatan
Ø Circilation status
§ TD sistolik dbn
§ TD diastolic dbn
§ Kekuatan nadi dbn
§ AGD dbn
§ Tidak ada edema perifer


2. Resiko trauma dengan fakor resiko internal : kurang pencegahan kecelakaan
NIC :
Ø Environment management safety
§ Monitor keamanan yang diperlukan pasien
§ Identifikasi bahaya dan keamaman di lingkunan pasien
§ Pindahkan barang-barang dari lingkunan, jika memungkinkan
§ Sediakan rencana adaptif untuk meningkatkan kemanan lingkungan
Ø Skin survellance
§ Monitor warna kulit
§ Observasi warna kulit, suhu, nadi, teksture, dan udema
NOC :
Ø Abuse protection
§ Kemanan tempat tinggal
§ Keamanan diri sendiri
§ Keamanan anak-anak
§ Rencanakan untuk menghentikan kegiatan


Ø Safety behavior : personal
§ Perkembangan keamanan permainan dan kebiasaan buruk di waktu luang


3. Resiko kekurangan volume cairan dengan faktor resiko kehilngan cairan melalui rute abnormal (perdarahan)
NIC :
Ø Bleeding precaution
§ Monitor pasien dalam penghentian perdarahan
§ Catat jumlah Hb/hematokrit sebelum dan setelah perdarahan
§ Lindungi pasien dari trauma, yang mana yang mungkin bisa menyebabkan perdarahan
Ø Bleeding reduction
§ Identifikasi penyebab perdarahan
§ Monitor jumlah dan pembawaan darah yang keluar
§ Menginstruksikan pasien dalam pembatasan aktivitas, jika memungkinkan
NOC :
Ø Risk detection
§ Mempertahankan pengetahuan terbaru dari riwayat keluarga
§ Mengidentifikasi potensial resiko kesehatan
§ Mengetahui tanda dan gejala yang mengindikasikan resiko infeksi


4. Resiko infeksi dengan faktor resiko trauma
NIC :
Ø Infection protection
§ Monitor tanda dan gejala infeksi
§ Monitor sifat mudah luka infeksi
§ Monitor nilai WBC
Ø Control infection
§ Observasi dan laporkan tanda dan gejala infeksi
§ Catat dan lapokan nilai Lab. (leukosit, protein, serum, albumin)
§ Istirahat yang adekuat
§ Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan
NOC :
Ø Risk control
§ Monitor intensitas cemas
§ Mengetahui faktor resiko dari lingkungan
§ Monitor perubahan status kesehatan
§ Monitor faktor resiko dari tingkah laku
Ø Knowledge : infection control
§ Mendiskripsikan cara dan penularan infeksi
§ Memendiskripsikan faktor penyebab I infeksi
§ Mendiskripsikan tindakan untuk mencegah infeksi
§ Mendiskripsikan tanda dan gejala infeksi


5. Nyeri akut b/d agen injuri biologis
NIC :
Ø Pain management
§ Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor prespitasi
§ Observasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan
§ Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
§ Kolabirasi analgetik untuk mengurangi nyeri
§ Pilih dan lakukan peanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi, interpersonal)
NOC :
Ø Pain control
§ Mengenali faktor penyebab
§ Mengenali onset dan durasi nyeri
§ Menggunakan tanda peringatan untuk mencari perlindungan (mencari bantuan kesehatan)
§ Menggunakan metode pencegahan
Ø Control level
§ Melaporkan nyeri berkurang/ terkontrol
§ Melaporkan kepuasan/ kesenangan hati pada interaksi social
§ Melaporkan kepuasan dengan mengontrol tanda dan gejala
§ Melaporkan keadaan fisik membaik

6. Kurang pengetahuan b/d keterbatasan paparan
NIC :
Ø Teching : diseases process
§ Berikan penilaian tentang tingakt pengetahuan pasien maupun keluarga tentang proses penyakit secara spesifik
§ Gambarkan tanda dan gejala yang bisa muncul pada penyakit dengan cara yang benar
§ Disusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang
NOC :
Ø Knowledge : disease process
§ Menggambarkan proses penyakit
§ Menggambarkan faktor penyebab
§ Menggambarkan faktor pemberat
§ Menggambarkan akibat penyakit
§ Menggambarkan tanda dan gejala
D. Implementasi

Pelaksanaan keperawatn merupakan relisasi dari rencana tindakan keperawatn yang telah disusun sebelumnya.


E. Evaluasi

Evaluasi keperawatan mengacu pada tujuan dan criteria hasil dari perencanaan, apakah tercapai atau tidak.


F. Dokumentasi

Dokumentasi keperawatn adalah kumpulan informasi perawatan dan kesehatan pasien yang dilakukan oleh perawat sebagai pertanggung gugatan dalam memberikan asuhan keperawatan.














BAB VI
PENUTUP

Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah yang diturunkan melalui kromosom X. Penyakit ini lebih banyak menyerang laki-laki karena hanya mempunyai kromosom X, sedangkan wanita hanya sebagai pembawa atau carier. Hemofilia dibedakan menjadi 2 yaitu hemofilia tipe A yang disebabkan karena kurangnya faktor pembekuan darah ke VII dan hemofilia tipe B yang disebabkan karena kurangnya faktor pembekuan darah ke IX. Salah satu tanda dan gejalanya ialah terjadinya perdarahan pada jaringan, karena dapat dengan mudah mengalami perdarahan jika terjadi trauma sedikit saja. Kurangnya faktor pembekuan darah tersebut dapat diatasi dengan melakukan transfusi dengan teknik virisidal.
Sebagai perawat dituntut untuk dapat mengetahui secara detail teknik pencegahan terjadinya perdarahan ataupun meminimalkan terjadinya trauma.
















DAFTAR PUSTAKA

http://anakku.net/
http://purnama87.blogspot.com/
http://hemofilia.or.id/
http://info-sehat.com/
http://kabarindonesia.com/
Ngastiyah. Keperawatan Anak Sakit. 2005. Jakarta : EGC.
Jonhson,Marion;Maas,Maridean,Moorhead,Sue.2000.Nursing Outcomes Classification (NOC).Phiadelphia:Mosby.
Mc Closkey dan Bulechek, G. 2000 Nursing Interfention Classification (NIC). Philadelphia:Mosby.

Labels:

Luph U Bunda....

>ni cerpen bkin aq, mgkn kmu jg, merenung sejenak, mengingat, mnyesali ap yg udh qt lakuin sm bunda qt,
bwt kmu2 yg msh pd bandel ma bunda kmu, smga ni cerpen bs bkin perubahan lah k arah yg positip,



Kutahu,
hanya genggaman erat tanganku yang kau butuhkan,
isteriku……,

Sudah pukul 16.00. Saatnya aku berangkat untuk mengejar pesawat ke Padang pukul 18.00. Traveling-bag sudah kusiapkan sejak pagi. Pergilah”, katanya menatap mataku. “Ini belum waktunya. Kontraksi bukan di fundus, tetapi di bawah. Mungkin… sakit biasa.” Akupun mengangguk berusaha yakin. Bagaimanpun ia adalah seorang isteri yang akan melahirkan annak ketiga, jadi ia sudah tahu apa yang akan ia lakukan. Ia pun sudah kubekali dengan alamat, no. telp, dan ancar-ancar ke rumah bidan yang terdekat. Aku bahkan sudah meninggalkan pesan kepada sahabat karibnya, jika sewaktu-wak tu saat itu tiba, ia siap membantu.
Keningnya segera kucium setelah tanganku diciumnya mesra. Dan tas itu sudah kuangkat untuk kugelandang ke pintu depan. Tangannya menyuruhku pergi, tetapi kutahu matanya mengatakan tidak. Ia bahkan tak beranjak dari tempatnya karena sakit yang tak terparikan itu. Apakah ini sudah waktunya? Tanya batinku mencari kepastian. Bukankah perkiraannya masih 9-10 hari lagi? Kulihat kini mata itu basah. Sedetik kemudian aku putuskan. “Kayaknya lebih baik aku tak jadi berangkat.” Begitulah kata-kataku meluncur dan tas kuletakkan kembali. Ia terkesima. “Nggak apa-apa, Mas?” tanyanya sembari mengusap sembab matanya. “Aku nggak apa-apa kok. Kalaupun nanti ke bidan sendiri, aku bisa. Lagi pula bidannya saudaraku sendiri.”
“Nggak. Aku bisa tunda acara di Padang besok.: Ia memelukku dalam isak. “Mas, aku takut. Aku takut ramalan itu akan nyata. Mungkin sebentar lagi aku akan meninggalkanmu dan anak-anak. Kutitipkan cintaku padamu di setiap langkahmu, titip anak-anak, Mas...!.” ”Sssst...ssst... lupakan ramalan itu. Lupakan ramalan itu. Kita berdoa pada Tuhan Yang Memeiliki Mahadaya kuasa. Coba kita lihat sampai besok,” bisikku. ”Jika sakit itu mereda, aku bisa ke Padang petangnya.” Ia mengangguk. Aku segera memapahnya berbaring. Akhir-akhir ini memang isteriku sering gelisah dengan ramalan yang pernah ia dengar dari seorang yang pernah ia temui di kampung halamannya. Aah, bull sitt!
Kukontak teman seperjalananku, dan kukatakan padanya keadaanku. Ia bisa mengerti. Segera aku ke kantor yang jaraknya hanya 5 menit dari rumahku. Setelah menyelesaikan ini itu, akhirnya aku kembali ke rumah. Dan ternyata benar....! Tak menunggu menit berlalu, ia sudah mengeluarkan tanda-tanda itu. Kontraksi di bawah perut yang semakin menguat membuatnya nyaris tak kuat berdiri, bahkan beringsut . Sepercik air merah atau coklat, aku tak tahu pasti, semakin menambah keyakinan bahwa saatnya telah tiba. Maju dari perkiraan. Segera kuberbenah. Mobil kusiapkan. Dua potong jarit, setumpuk popok, stagen, pakaian ganti luar dalam, pembalut, dan minyak kayu putih kunasukkan asal-asalan dalam tas biru yang sudah kusiapkan jauh-jauh hari. Kedua anakku, perempuan semuanya, kutitipkan pada tetangga yang baik hati. Dan iapun kubawa pergi.
Sepanjang perjalanan, aku katakan padanya agar ia tenang dan terus bertahan. Aku sendiri menyumpah serapahi mobil dan motor di depanku yang tak segera beranjak ketika lampu lalu-lintas sudah kuning berkedip menuji warna hijau. Sementara itu aku katakan padanya sebentar lagi akan sampai tempat tujuan. Aku sediri sebenarnya amat tegang, maunya ngebut karena tujuan masih jauh, tapi tak mungkin. Ketika akhirnya sampai tujuan hujan turun gerimis dan ternyata ia baru penbukaan 4. Ia harus menunggu hingga pembukaan 10 sampai akhirnya ia bisa melahirkan dengan normal. Satu jam kulihat ia menahan sakit. Dua jam berlalu ia memanggil-manggil namaku. Tiga jam kemudian ia meringis. Empat jam kemudian ia kembali memanggil-manggil namaku. Lima jam.... enam jam.... . Tujuh jam belum bereakasi juga dan isteriku semakin pucat menahan rasa sakit.
Pembukaan berjalan dengan lambat. Demi keselamatan kedua orang yang kucintai, bidan memutuskan memberi tindakan induksi, perangsanagn rahim agar berkontraksi. Bu Nia, bidan kami, segera bereaksi. Suntikan, infusan, oksigen, selimut, sarung tangan, botol-botol cairan segera disiapkan. Lampu-lampu dinyalakan. Celemek dipakaikan. Bu Nia segera menyuntikkan seraya memegang perut buncitnya. Asistennya menyiapkan ember. Aku genggam tangannya. Aku pegang keningnya. Peluh bercucuran. Dan kami menunggu detik-detik itu.
Tak berapa lama, ia mengejan. Bu Nia memberi aba-aba. Aku menggenggam tanggannya lebih erat. Ia mengambil nafas panjang. Ia mengejan lagi. Suaranya seperti ingin menghentakkan sesuatu yang sangat berat. Wajahnya pucat bertaburan keringat. Aku komat-kami berusaha berdoa sambil mengusap titik air yang terus mengalir di seluruh wajahnya. Ia berhenti sejenak, mengambil nafas panjang lagi, dan mengejan lagi. Bu Nia memberi aba-aba. Aku pucat. Kudengar suara seperti karet yang teregang begitu kuat, melewati batas maksimal regangannya. Seperti mau putus. Dan.... kulihat..... kulihat dengan jelas kepala mungil itu. Perlahan di sela riuh aba-aba Bu Nia, ejanan dan erangan dirinya, dan suaraku sendiri yang menguatkan untuk terus mendorong. Terus! Dorong! Kini kulihat perlahan leher, punggung, tangan, dan akhirnya kaki keluar cepat diikuti.... byoooorrrr! Ketuban mengalir laksana air bah. Putih. Bening seperti air beras. Kulihat isteriku terkualai lemas. Pucat pasi. Lelah tiada tara. Kemudian terdengar oek-oek memecah malam. Hujan gerimis di luar terdengar jelas menusuk atap genting.
”Laki-laki, Mas!” Bu Nia memberi kabar memberi kabar seperti angin sejuk mengaliri padang gersang. Isteriku tersenyum, dan sepertinya semua yang telah dialaminya seketika hilang, tergantikan dengan kegembiraan yang tak tergambarkan. Ia genggam erat tanganku. ”Aku capek sekali,” katanya. Tapi kutahu, sinar matanya menyiratkan suka cita. Alhamdulillah! Allahu Akbar! Laki-laki, sama denganku, 3,5 kg. Lahir per vagina. Lahir 5 Oktober 2006 pukul 01.15 WIB. Seketika nyawaku saat itu serasa menjadi rangkap.
Bagiku persalinan merupakan peristiwa besar penuh misteri. Peristiwa berdarah-darah. Ia seperti garis batas yang mengkhawatirkan. Tak jarang mengerikan. Barang siapa melaluinya seperti halnya melewati batas antara hidup dan mati. Ia harus dilakoni bukan oleh seorang pria gagah perkasa, melainkan oleh seorang wanita dengan segala kelemahannya. Saking beratnya episode ini, Rasul menimbangnya sama dengan jihad di medan perang. Subhanallah!
Melihatnya meringis menahan sakit, menggenggam tangannya ketika mengejan, melihat dengan mata kepala sendiri bagaiman mengeluarkan buah hati kami, sungguh merupakan episode yang menggetarkan. Selalu timbul pertanyaan.... . Akankah aku bisa menjumpai senyumnya kembali setelah episode ini? Dan selalu pula cintaku padanya tumbuh kembali dengan tunas-tunas baru. Menjulang. Apakah memang cinta justru akan menemukan titik puncaknya ketika dihadapkan pada situasi antara hidup dan mati? Di saat kemungkinan hidup sama tipisnya dengan kemungkinan tidak menjumpainya lagi?
Melihatnya bergulat dengan maut, membuat aku berjanji tidak akan menyakiti hatinya..., tidak akan pernah melukai hatinya..., apalagi memukulinya, yah apalagi memukulinya, tak kan pernah kulakukan. Sungguh, apa yang aku kerjakan sejak pagi dan pulang petang untuk mereka yang di rumah, tidaklah sepadan dengan apa yang harus dialami oleh wanita perkasa itu.
Wahai! Betapa benar sabda Rasul SAW bahwa sebaik-baiknya suami adalah yang terbaik akhlaknya kepada isterinya. Dengan membandingkan pengorbanan yang terbaik kepada isterinya. Dengan membandingkan pengorbanan pada peristiwa persalinan ini saja, rasanya aku tidak apa-apanya jika dibandingkan wanita yang anaak-anakku memanggilnya bunda.....

(Gubahan dari cerpen ”Perenungan”, BSI, 2006)



>bwt bunda,
mf, Lum bs ksh ap2 mpe skr,
Luph u bunda......

Labels:

Friday, January 9, 2009

Story oF Nursing Day

Den Haag - Tanggal 12 mei adalah hari keperawatan dunia. Dan pada tahun ini tema yang diambil oleh WHO adalah “save staffing save the world”.

Sejarah hari kepertawatan dunia ini sendiri tak lepas dari peran Florence Nightingale.

Florence Nightingale (Firenze, Italia, 12 Mei 1820 - 13 Agustus 1910) adalah pelopor perawat modern. Ia dikenali dengan nama The Lady With The Lamp dalam bahasa Inggris yang berarti “Sang Wanita dengan Lampu”. Nama depannya, Florence merujuk kepada kota kelahirannya, Firenze dalam bahasa Italia atau Florence dalam bahasa Inggris.

Florence dilahirkan dalam keluarga berada dan tumbuh sebagai wanita yang menawan dan periang yang mempunyai masa depan yang cerah. Bagaimanapun penderitaan yang dilihatnya semasa peperangan di semenanjung Krim, Rusia, menyebabkan hati Florence Nightingale tersentuh melihat penderitaan tentara yang luka dan dibiarkan saja dalam rumah sakit yang kotor.

Florence Nightingale menghidupkan kembali konsep penjagaan kebersihan rumah sakit dan kiat-kiat juru rawat. Florence Nightingale memberikan penekanan kepada pemerhatian teliti kepada keperluan pasien.

Sebagaimana ditahun-tahun sebelumnya, tahun ini pun instansi kesehatan di Belanda merayakannya. Di rumah sakit Bronovo misalnya, mereka merayakan hari keperawatan dengan menggelar foto-foto tentang “kehidupan” perawat di Rumah sakit sehari-hari. Juga di Rumah perawatan Nebo, merayakannya dengan makan siang bersama seluruh karyawan dan menggelar eksebisi kursi pijat “massage stoel”.

Pada tahun lalu, di Rumah sakit Groenhart Gouda, mengadakan drama tentang hubungan perawat dan pasien yang dikemas secara komedis.

OTKIN memang tidak merayakan spesial hari keperawatan ini, tetapi OTKIN secara tidak langsung memberi penghargaan setinggi-tingginya kepada para perawat dengan memperjuangkan agar profesi perawat mampu menjadi profesional yang dihargai.

Selamat berulang tahun dan tetap berjuang.

Labels:

Wednesday, December 31, 2008

Asuhan Keperawatan Katarak


Definisi


Katarak adalah istilah kedokteran untuk setiap keadaan kekeruh an yang terjadi pada lensa mata yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau dapat juga akibat dari kedua-duanya. (http://ns-nining.blogspot.com)

Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya menjadi keruh. (4http://jakarta-eye-center.com/)


Etiologi

  • Penuaan (penyebab utama)
  • Keturunan (disebut katarak kongenital)
  • Obat2 steroid
  • Sinar ultraviolet B dari cahaya matahari
  • Efek racun dari rokok dan alkohol
  • Radang maupun infeksi di bola mata
  • Kurang vitamin E



Patofisiologi

Dengan bertambah usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nucleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna namapak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan Kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi, perubahan pada serabut halus multiple (zunula) yang memanjang daari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa Misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan Kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi. Sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia darn tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.


Manifestasi Klinik

  • Penurunan ketajaman penglihatan
  • Silau
  • Pandangan kabur / redup
  • Pupil tampak kekuningan abu-abu / putih
  • Susah melihat di malam hari



Pemeriksaan Diagnostik

  • Perimetri
  • Oftalmoskopi
  • Slit Lamp (Lampu Celah atau Biomikroskopi)
  • Fotografi fundus dan Angiografi Fluoresen
  • Ultrasonografi


Komplikasi

Kerusakan endotel kornea, sumbatan pupil, glaucoma, perdarahan, fistula luka operasi, edema makulasistoid, pelepasan koroid, uveitis, dan endoftalmitis.
Komplikasi yang umum terjadi pada pembedahan adalah pembentukan membran sekunder, yang terjadi sekitar 25% pasien dalam 3-36 bulan setelah pembedahan .


Penatalaksanaan

Satu-satunya pengobatan untuk katarak adalah pembedahan.
Pembedahan katarak terdiri dari pengangkatan lensa dan menggantinya dengan lensa buatan :
  1. Pengangkatan lensa
  • Pembedahan ekstakapsuler
  • Pembedahan intrakapsuler
  1. Penggantian lensa



ASUHAN KEPERAWATAN


Pengkajian

Aktifitas/ Istirahat

Gejala : perubahan aktifitas biasanya sehubungan dengan gangguan penglihatan.
Neurosensori
Gejala : Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas)
Sinar terang menyebabakan silau
Kesulitan memfokuskan kerja dengan merasa di ruang gelap
Tanda : Pupil kecoklatan, peningkatan air mata
Nyeri
Gejala : Adanya nyeri akut setelah dilakukan tindakan pembedahan mata
Riwayat kesehatan
Strabismus, glaucoma, tumor mata, diabetes, gangguan tiroid, kondisi neurologik, hipertensi
Mata
Gejala penglihatan :
Penglihatan berkurang Skotoma
Penglihatan kabur Air mata keluar
Diplopia (penglihatan ganda) Pupil dan lensa keruh
……lanjutan
Riwayat mata klien :
Status okuler (memakai kacamata atau tidak, jenis lensa, sejak kapan)
Operasi mata sebelumnya
Cedera pada mata
Pajanan atau bahaya akibat kerja
Obat mata :
Nama obat, kekuatan larut, dosis, waktu dan lama pemakaian
Pola kebiasaan :
Merokok, alkoholik
Integritas ego :
Cemas, gelisah
Pemeriksaan diagnostik :
Hasil pemerikasaan positif menunjukkan kelainan maupun kerusakan pada lensa



Diagnosa dan Intervensi

1. Perubahan persepsi sensori (visual) b/d perubahan persepsi sensori

NOC :
  • Cognitive orientation
  • Body image
NIC :
  • Environment enhancement
  • Communication enhancement

2. Kecemasan b/d krisis situasional

NOC :
  • Anxiety control
  • Coping
NIC :
  • Anxiety reduction


3. Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif

NOC :
  • Risk control
  • Knowledge : infection control
NIC :
  • Infection protection
  • Control infection



4. Nyeri akut b/d agen injuri fisik

NOC :
  • Pain control
  • Comfort level
NIC :
  • Pain management

Labels:

Askep Hemofilia


Pengertian

Hemofilia adalah gangguan perdarahan bersifat herediter yang berkaitan dengan defisiensi atau kelainan biologic factor VII dan factor IX dalam plasma. (David Ovedoff, Kapita Selekta Kedokteran)

Hemofilia adalah gangguan pembekuan darah akibat kekurangan factor pembeku darah yang disebabkan oleh kerusakan kromosom X. (www.anakku.net.)



Etiologi

  1. Mutasi genetic yang didapat (acquired) atau diturunkan (herediter)
  2. Hemofilia A disebabkan kurangnya factor pembekuan VIII (AHG)
  3. Hemofilia B disebabkan kurangnya factor pembekuan IX (Plasma Tromboplastic Antecendent)

Hemofilia A maupun B dapat dibedakan menjadi 3 :
  • berat (kadar factor VIII atau IX <>
  • sedang (kadar factor VIII atau IX antara 1% - 5%)
  • ringan (kadar factor VIII atau IX antara 5% - 30%)


Manifestasi Klinik

  • Perdarahan hebat setelah suatu trauma ringan
  • Hematom pada jaringan lunak
  • Hemartosis dan kontraktur sendi
  • Hematuria
  • Perdarahan serebral
  • Terjadinya perdarahan dapat menyebabkan takikardi, takipnea, dan hipotensi


Patofisiologi





















Komplikasi

  • Timbulnya inhibitor
Suatu inhibitor terjadi jika system kekebalan tubuh melihat konsentrat factor VIII dan factor IX sebagai benda asing dan menghancurkannya.
  • Kerusakan sendi
Dapat terjadi sebagai akibat dari perdarahan yang terus berulang di dalam dan sekitar rongga sendi.
  • Penyakit infeksi yang ditularkan oleh darah
Misalnya penyakit HIV, hepatitis B dan hepatitis C yang ditularkan melalui konsentrat factor pada waktu sebelumnya.



Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan Lab. Darah :

  1. Hemofilia A :
  • Defisiensi factor VIII
  • PTT (Partial Thromboplastin Time) amat memanjang
  • PT (Prothrombin Time/ waktu protombin) memanjang
  • TGT (Thromboplastin Generation Test)/ diferential APTT dengan plasma abnormal
  • Jumlah trombosit dan waktu perdarahan normal
  1. Hemofilia B :
  • Defisiensi factor IX
  • PTT (Partial Thromboplastin Time) amat memanjang
  • PT (Prothrombin Time)/ waktu protombin dan waktu perdarahan normal
  • TGT (Thromboplastin Generation Test)/ diferential APTT dengan serum abnormal


Penatalaksanaan

1. Supportive
  • Menghindari luka
  • Merencanakansuatu kehendak operasi
  • RICE (Rest Ice Compression Evaluation)
  • Pemberian kortiko steroid
  • Pemberian analgetik
  • Rehabilitasi medik
2. Penggantian factor pembekuan
3. Pemberian factor VIII/ IX dalam bentuk rekombinan konsentrat maupun komponen darah
4. Terapi gen
5. Lever transplantation
6. Pemberian vitamin K; menghindari aspirin, asam salisilat, AINS, heparin
7. Pemberian rekombinan factor VIII
8. Pada pembedahan (dengan dosis kg/BB)
9. Faktor VIII dalam bentuk recombinate dan coginate.
10. Faktor IX dalam bentuk mononine




TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

Aktivitas
Gejala :kelelahan, malaise, ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas
Tanda : kelemahan otot

Sirkulasi
Gejala : palpitasi
Tanda : Kulit dan membrane mukosa pucat, deficit saraf serebral/tanda perdarahan serebral

Eliminasi
Gejala : hematuria

Integritas ego
Gejala : perasaan tak ada harapan, tak berdaya
Tanda : depresi menarik diri, ansietas

Nutrisi
Gejala : anoreksia, penurunan BB

Nyeri
Gejala :nyeri tulang, sendi, nyeri tekan sentral, kram otot
Tanda : perilaku berhati-hati, gelisah, rewel

Kemanan
Gejala : riwayat trauma ringan, perdaran spontan
Tanda : hematoma



Diagnosa dan Intervensi Kep.

1. Perfusi jaringan tidak efektif (perifer) b/d penurunan konsentrasi darah

NIC :
  • Monitoring VS
  • Monitoring neurology status
NOC :
  • Tissue perfusion
  • Circulation status

2. Resiko trauma dengan faktor resiko internal : kurang pencegahan kecelakaan

NIC :
  • Environment management safety
  • Skin survellance
NOC :
  • Abuse protection
  • Safety behavior : pesonal

3. Resiko kekurangan volume cairan b/d faktor resiko kehilangan cairan melalui rute abnormal (perdarahan)

NIC :
  • Bleeding precaution
  • Bleeding reduction
NOC :
  • Risk detection
  • Diagnosa dan Perencanaan Kep.

4. Resiko infeksi dengan faktor resiko trauma

NIC :
  • Infectio protection
  • Control infection
NOC :
  • Risk control
  • Knowledge : infection control

5. Nyeri akut b/d agen injuri biologis

NIC :
  • Pain management

NOC :
  • Pain control
  • Control level

6. Kurang pengetahuan b/d keterbatasan paparan

NIC :
  • Teaching : diseases process

NOC :
  • Knowlwdge : diseases process

Labels: